Minggu, 09 September 2012


SURGA DI ATAS KERTAS
OPINI | 13 June 2012 | 23:43Dibaca: 99   Komentar: 5   2 dari 2 Kompasianer menilai inspiratif

Taman-taman hijau nan teduh, pohon-pohon rindang, sejuk dan indah, gemerlap istana, kursi emas, permadani sutera, dayang-dayang bermata elok setia melayani kapan saja. Makanan dan minuman lezat, buah ranum matang di pohon, sungai jernih mengalir, bebas polutan dan kotoran, bersih, harum, semerbak wangi minyak kesturi, tutur kata penghuni lembut santun, tiada ucap dusta dan sia-sia, tiada caci-maki, amarah dan dengki. Kedamaian sempurna kehidupan.

Tiada kata yang bisa melukiskannya, semua yang tak pernah terlihat mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah terlintas hati manusia. Singkat kata, di luar wilayah jangkauan versi indera dunia. Itulah surga. Kehidupan abadi. Hukum waktu tak berlaku. Tiada kerusakan dan penuaan, tiada rasa sakit, penyakit dan pengobatan, hanya ada kenikmatan dalam kesempurnaan.

Itulah surga. Kehidupan dambaan setiap manusia. Impian, harapan, keinginan, cita-cita, khayalan. Tujuan terakhir dan permintaan terbesar. Do’a-do’a dan munajat sepanjang masa. Surga. Surga. Surga. Kata misteri yang tak pernah lekang dimakan zaman. Tapi surga bagi sebagian besar manusia hanya sebatas makna tersirat di balik tulisan dan kata-kata. Di atas kertas baca. Sementara manusia tak pernah bisa menjangkau hakikatnya. Apa, di mana, bagaimana, berapa, kapan, apalagi siapa pemilik dan penciptanya.

Surga manusia hanya surga di atas kertas. Banyak manusia yakin akan mendapatkannya, meraih tiketnya, membuka pintunya dan menghuninya. Memang kadang keyakinan tak harus punya alasan, sebab alasannya adalah keyakinan itu sendiri. Namun begitu banyak keyakinan yang tak terwujud dalam kenyataan. Apa yang didapat tak sesuai dengan rencana, apa yang dicapai tak sesuai dengan kalkulasi, apa yang terjadi di luar prediksi. Hasil di atas lapangan kenyataan tak selalu sama dengan prakiraan di atas kertas perhitungan.

Surga manusia hanya surga di atas kertas. Surga imajiner. Kata-kata, suara dan tulisan, gambar-gambar dan bayangan yang tertuang di atas media, di atas kertas. Benak dan otak menulisnya, pikiran membentuknya, akal membandingkannya. Analogi surga tercipta. Surga imajiner. Ada surga di dalam kepala manusia. Berapa milyar jumlah jiwa, sejumlah itu pula surga ada. Tak kan sama satu dengan yang lainnya. Surgaku belum tentu sama dengan surgamu, tak sama pula dengan surganya, juga tak sama dengan surga mereka. Masing-masing mengejar surga yang ada di benak kepala, dengan cara yang berbeda, beragam jalan, beraneka keyakinan, tujuan akhir dari kehidupan, surga-surga tercipta atas kehendak peminatnya.

Surga manusia hanya surga di atas kertas. Surga imajiner. Kertas berharga. Rupiah, dollar, poundsterling, real atau yen. Uang menjadi surga menggiurkan, magnet luar biasa untuk perebutan, seperti cahaya terang di tengah malam, laron-laron beterbangan, berkerumun dengan nyawa sebagai pertaruhan. Aroma surga mempesona membutakan mata. surga imajiner diperjuangkan dengan segala cara.

Kertas-kertas menawarkan berjuta kenikmatan, kehormatan, kekuasaan, kesenangan. Ketika uang menjadi raja, penguasa uang bak penguasa istana kerajaan surga, bergelimang kemewahan dan suka cita. Surat berharga. Cek, giro, ijazah, SK, STTB, surat wasiat, SP3, akta, tiket laga sepakbola, kupon berhadiah, parade pemburu surga abadi mengisi cerita dunia. Kertas-kertas berharga menjadi berhala. Berhala menjadi surga. Lalu Tuhan sebenarnya terlupa.

Surga di atas kertas. Kertas beraroma surga. Surga-surga palsu tercipta. Tak peduli aturan dan norma, terbius nuansa dan aroma, pertarungan menjadi niscaya. Keinginan, nafsu, ambisi, harga diri. Perseteruan menyesaki hari-hari. Riuh rendah, gegap gempita, pelanggaran antar sesama, peperangan demi surga. Surga imajiner, surga di atas kertas.

Dari kertas berharga berpindah ke kertas baca. Tulisan-tulisan tertera di atas kertas, halaman-demi halaman lembaran kitab suci, indoktrinasi pejuang militansi. Misi agama disematkan, aroma surga yang dirasakan, pintu surga didambakan, berkobar syahwat kerinduan, kedamaian semakin menghilang, penderitaan hidup memaksa manusia mencari pelarian. Surga, tempat ideal untuk pencarian.

Eksotisme surgawi menggoda hati. Jalan kebenaran telah ditawarkan, manusia selalu suka membeli dengan tergesa. Keyakinan instan akan kebenaran, kemilau surga membutakan, tiba-tiba orang lain nampak berada dalam kesesatan. Berapapun harganya, tiket surga laris manis terjual tunai. Atas nama kebenaran, penghalang jalan mesti disingkirkan.

Pertarungan, penyerangan, pergulatan, pengusiran, perampasan, penghancuran, surga selalu menjadi alasan halalnya darah ditumpahkan. Kebenaran menjadi dalih untuk merusak tatanan. Lesatan panah, hujaman tombak, gemerincing pedang beradu, golok dan lemparan batu, asap mesiu dan desing peluru. Kebenaran beradu. Surga berbeda menjadi pemicu. Surga di atas kertas. Surga imajiner.

Manusia gemar mencipta persepsi. Tapi kebenaran yang ada dalam benak manusia tak kan pernah sama. Kebenaran di atas kertas, Surga di atas kertas. Kebenaran imajiner. Surga imajiner. Kebenaran teoretis, surga teoretis. Kebenaran dan surga semu, imajinasi dan sebatas teori. Sebatas itulah yang terjangkau manusia, tak lebih dari itu. Manusia tak akan pernah mengetahui kebenaran dan surga sejati. Kebenaran absolut, mutlak dan hakiki hanya milik Pemilik surga, hanya Dia yang tahu hakikat Diri-Nya dan surga-Nya.

Surga sebenarnya adalah senyawa dari unsur kebenaran, keindahan dan kebaikan. Maka jalan ke surga hanya bisa dibuka dari tiga jalan utama. Pengetahuan membuka jalan kebenaran, hati membuka jalan keindahan, tindakan membuka jalan kebaikan. Kebenaran menjadi pintunya, keindahan menjadi cita rasanya, sedang kebaikan menjadi langkahnya. Mungkin hanya itulah sebaik-baik surga bagi manusia, surga di dunia, surga di akhirat. Surga sebenarnya, bukan surga imajiner, surga teoretis, surga di atas kertas. Mungkin…***